Mungkin kita pernah merasakan masa - masa SMA. Seusia itulah dimana para remaja merasakan kebebasan dan keingintahuan yang sangat tinggi. Beberapa hal yang sempat aku rasakan seperti dalam kisah ini.
Waktu itu pagi cerah merekah membuka jendela. Aku terbangun dari lelapnya tidur yang indah. Burung - burung berkicau menyanyikan lagu - lagu riang pagi itu. Dengan semangat membara aku bangun dan bersiap untuk pergi ke sekolah. Hari ini ada ujian. Tapi semalam aku tidak sempat belajar sedikitpun. Maklum, dari sore hingga malam aku harus kerja mencari uang untuk sesuap nasi. Ayah sama ibu tidak kuat lagi untuk bekerja. Mereka sakit parah, seakan - akan tinggal menunggu mati saja. Seburuk - buruknya aku berkelakuan, tetap orang tua adalah prioritas utama.
Sekitar 50 meter lagi ke gerbang sekolah aku berlari kencang. Terengah ketika sampai di depan gerbang. Pak Maman satpam sekolah sudah mengangkat kumisnya tinggi - tinggi.
"Kamu.....tidak pernah kapok !!" ucapnya sambil mengunci gerbang sekolah.
"Pak...tolonglah....cuma kali ini saja....setelah ini saya tidak akan mengulangi lagi Pak!! Janji.....selamanya" pintaku seraya memohon.
Baik....ini janji kamu yang terakhir ya !!!!
Akhirnya hari itu aku bisa ikut ujian. Kawan - kawan dikelas terlihat senang melihat aku masuk ke dalam kelas. Yah...seperti biasalah, semua mengandalkan lembar jawabanku. Hari semakin siang. Penat terasa menggerogoti peluh dari otak - otakku. Kibasan buku yang kujadikan kipas menghembuskan atmosfir tornado yang sedikit segar. Hmmm...apa lagi ditambah air dingin penuh dengan balok - balok es. Wah...hari itu imajinasiku semakin tak terkendali. Namun disaat aku sadar, terbayang wajah ayah dan ibuku. Apa yang harus aku lakukan untuk mereka. Uang yang kuhasilkan saja hanya cukup untuk membayar sekolah saja.
Hari itu sepulang sekolah aku dicegat sekawanan orang yang menutupi jalan ke area halaman rumahku. Sedikit aku bertanya "Ada apa dirumahku ?". Tiba - tiba seorang bapak tua menghampiriku sambil menepuk pundak. Isyarat ini adalah sebuah pertanda aku akan mendapatkan beban yang berat dalam hidup ini. Benar saja, ketika aku masuk ke dalam rumah, terlihat dua jasad yang terbalut kain kafan tergeletak di tengah - tengah rumah yang sempit. Aku termangu menatap jasad itu."Benarkah itu jasad ayah dan ibuku. Ketika mendekat, sontak saja aku memeluk kedua jasad itu. Tangisanku membahana ke seantero jagat raya. Jeritanku menjadi amarah yang tak bisa terbendung.
" Aku sendiri sekarang,....." ucapku.
Pak Maman satpam sekolahku bertanya - tanya, tumben sekali tidak melihatku belakangan ini. Sepeninggal kedua orang tuaku, aku berhenti sekolah. Kesedihan ini menjadi bumerang kemalasan untuk mencari ilmu. Setiap malam aku tidur di jalanan. Kerjaku selama ini mencari uang menjadi dunia malam yang bebas. Mengamen adalah pekerjaanku. Selain itu aku tidak bisa apa - apa lagi. Dari warung ke warung, toko ke toko dan kafe ke kafe adalah kemampuanku.
Suatu hari aku melihat teman - teman sekelasku dulu bekerja di berbagai kantor di ibukota. Aku semakin dalam mengenal kehidupan malam. Tapi, bedanya aku tidak mengamen dijalanan sekarang. Sebuah kafe sudah mengijinkan aku untuk menjadi penyanyi solo di kafenya. Tidak ada matahari lagi sekarang dalam hidupku. Rembulan dan bintang yang selalu menemani setiap langkahku. Tapi kadang - kadang mereka menangis, akhirnya aku basah kuyup. Semilir angin berbisik ke telingaku. Kenapa aku tidak memiliki teman. Aku cuma berbicara saat aku sedang di panggung saja. Manajer kafe, seorang tante yang cukup keren dan menarik. Dia sangat percaya padaku. Tapi aku tidak mau menjadi gundiknya.
Surya mulai tenggelam. Langkah - langkah sang penyamun mulai beriak diatas pantai. Bulan sabit menggeliat dari peraduannya, seakan dia tahu apa yang akan aku lakukan. Setiap langkah para remaja mulai ramai membasuh lantai - lantai pub, kafe dan club. Malam itu aku berdiri didepan sebuah meja bar di pub-ku. Terlihat beberapa gadis memasuki ruangan pub. Paras yang cantik dan pakaian yang cukup trendi membuat setiap mata pria tak ingin berkedip. Raungan mesin mobil mewah yang terparkir membawa bidadari dan para raja muda menjelajah gelapnya malam. Saat itu aku ingat beberapa dari mereka membawa semua peralatan malamnya. Setetes harapan selalu muncul dalam benakku, kapan aku merasakan seperti mereka?
Malam itu tante Lisa kebanjiran pengunjung yang notabene para remaja. Asyik juga sih melihat tingkah kaula muda ini. Mereka hampir seumuranku. Banyak pula aku melihat beberapa keramaian di pub ini. Berkelahi, saling caci maki dan bahkan ada yang korban. Tapi tahu tidak ? mereka cuma memperebutkan pasangan saja. Tertawa malam saat itu memecah belah kesunyian.
"Raka !!! Aku kenalkan kamu sama seseorang..." ucap tante Lisa.
"Siapa tante ?" tanyaku penasaran.
Malam itu tante Lisa membawa seorang teman. Perempuan itu cantik sekali. Pusing aku melihatnya. Dian Sastro, Nadya Hutagalung atau siapalah, dia tidak bisa diungkapkan.
"Raka ini Yuanita....!" ujar tante Lisa.
"Hai,..Raka!" jawabku sambil mengulurkan telapak tanganku.
Wow...perempuan itu cantik sekali. Keringat dingin tiba - tiba menetes di dahiku. Pelangi jadi tidak indah saat melihat wajahnya. Baru saja aku asyik memandangi dia, tante Lisa langsung menyuruhku ke atas panggung.
"Ok...temen - temen, terima kasih sudah datang malam ini. Mungkin malam ini bukan malam yang biasa buat saya. Tapi malam ini adalah malam yang luar biasa. Ada kenalan gadis tercantik yang berbaju merah disana.(sambil menunjuk ke tempat duduk Yuanita dan tante Lisa).Malam ini aku akan membuka satu buah lagu khusus buat wanita berbaju merah di sana. Judulnya....Jangan pergi dariku...
Malam itu aku menyanyi sampai 12 lagu. Semuanya aku bawakan secara akustik. Ketika semua mulai bubar. Tante Lisa berpesan padaku. Dia meminta menjaga pub-nya malam ini. Ah...itu sudah biasa buat aku. Emang selama ini aku tinggal dimana kalau bukan tidur di pub-nya. Sepeninggal tante Lisa, aku melihat dua orang sedang bertengkar di dalam mobil. Aku tidak mengerti kenapa mereka saling tampar dan saling pukul. Pikirku alkohol sudah membuat mereka menjadi orang gila....Tapi nyatanya seseorang keluar dari mobil dan melemparkan sesuatu ke arah pintu kaca pub. Sontak butiran kaca menyebar hingga ke ujung hidungku. Caci maki keluar dari mulut orang itu.
"PUB TAI....GUA BAKAR SEKALIAN LU!!!!" teriaknya.
Gila atau apa orang ini. Masa dia tidak melihat aku di depan pintu yang dia pecahkan. Otomatis dia mencaci jelas ke arah mukaku.
Aku keluar sambil menyulutkan sebatang rokok yang terselip dibibir. Aku hampiri pria itu dengan santai di iringi kepulan asap rokokku.
"Ada apa Men....!" tanyaku santai.
"Apa urusan lu BANGSAT!!!!!" sambil mendorongku ke belakang.
Aku matikan rokokku pelan - pelan.
"JELAS URUSAN GUE ANJING....ini pub gue.....SETAN LU YAH.....!!" sambil aku cekik leher pria itu.
Dari dalam mobil seseorang lari ke arahku. Ternyata dia Yuanita. Dan si brengsek itu tunangannya. Ternyata gadis itu sudah bertunangan. Hampir saja aku mati berdiri mengetahui semuanya.
"Ok,..Ka...nanti aku ganti besok!" pinta Yuanita.
"Kalo lu datang lagi ke pub sialan ini....KITA PUTUS!!!" ucap pria itu sambil berlalu ke mobilnya
Aku cuma mengernyitkan dahiku. Gila bener ini orang. Malam itu aku tidak ambil pusing. Aku masuk ke dalam pub dan mengambil beberapa pecahan kaca besar. Dibantu rekanku aku bersihkan serpihan kaca pintu itu.
Semenjak saat itu aku tidak berani untuk tinggal di pub. Tante Lisa tidak percaya lagi padaku. Nasib orang liar seperti aku ternyata memang sulit. Mungkin kertas semen ungkapan yang pas buat aku, sekali pakai langsung buang.
Part 2
CINTA DALAM SEPOTONG ROTI
BalasHapusAku terdiam dalam kesendirian yang selalu datang setiap malam. Entah kenapa sejak kejadian yang menimpaku belum lama ini selalu teringat dan terkenang di sanubariku. Tak bisa dibayangkan engkau yang dulu selalu ku kenang dan selalu ku banggakan ternyata dengan mudah begitu saja berpaling dan meninggalkan tanpa sebait katapun terisrat di bibirmu yang manis itu. Apakah yang ada ada di otakmu sayang? Kemana hatimu yang dulu ? Apa aku tak berarti untukmu? Apa yang salah dari ku?! Aku bingung ! Aku cape! aku muak! kenapa kau lakukan semua ini? Adakah aku dihatimu?
Aku tau dan aku pun menyadari ini bukan salahmu seutuhnya karena ini adalah takdir yang tak bisa aku apa apakan lagi. Setiap manusia itu mempunyai kekurangan dan aku banyak sekali kekurangan. KENAPA ENGKAU TAK MAU MEMAHAMI KEKURANGANKU? Apa ini yang kau sebut cinta?! Kemanah janji janjimu yang engkau ucap saat bersamaku? Aku kecewa terhadapmu. Disaat kau melakukan kesalahan aku selalu mencoba untuk mengerti itu walau aku tau kesalahanmu sangat membuat hati ini sakit, dan jika kau tau aku lebih memilih untuk tidak membahas kesalahanmu! Kamu egois! Kamu hanya memikirkan dirimu sendiri tanpa memikirkan sedikitpun bagaimana rasanya jadi aku. Sudah berapa kali engkau melukai hati ini ? tapi apa? Aku selalu memaafkankanmu dan mencoba yakin bahwa engkau akan berubah lebih baik.
Tapi disaat aku melakukan kesalahan, dan itupun terjadi karena aku pun tak tau akupun tak menyadari itu. Kenapa engkau tak memberiku kesempatan? Dengan mudahnya engkau khianati cinta ini dan berpaling kepada seseorang. Dan lebih sakit, sakit, sakit saat ku tau bahwa seseorang itu adalah salah satu teman disekolah. Kamu tega ya ngelakuin ini. Selamat kamu telah menghancurkan hati serta jiwaku. Dihidupmu hanya dipenuhi oleh rasa egois. Aku tak mengerti jalan pikiranmu. Apa cintamu terhadapku hanya sepotong roti ? KAMU MENCINTAKU TANPA KAMU MENGERTI KEKURANGANKU, DAN KEEGOISAN DIRIMU MENGHANCURKAN SEMUUANYA. Cintamu terhadapku hanya sepotong roti.
CINTA DALAM SEPOTONG ROTI
BalasHapusAku baru saja sampai di kota yang sangat nyaman ini, Bandung..... kota kelahiranku. Setelah melewati perjalanan yang sangat panjang dari Bandara Soekarno-Hatta. Karena baru saja aku pulang dari Negeri Sakura, tempat aku menuntut ilmu. Studi D3 ku di Jepang sudah selesai, rencananya aku mau melanjutkan di Bandung.
Tak sabar aku ingin pulang ke rumah, melepas rinduku bersama ibu, ayah, dan adikku, Lisa. Kunaiki angkutan umum untuk sampai ke rumah. Aku rindu suasana yang ramai disini. Bandung masih seperti dulu, banyak para pengamen, lalu ada pula doger monyet di perempatan lampu merah, tukang bersih-bersih kaca mobil, dan juga para pengemis.
Tak terasa, aku sudah sampai dimulut gang rumahku, kusapa para tetangga. Mereka masih sama seperti yang dulu, ramah dan menyenangkan. Hanya bedanya, teman sepermainanku waktu dulu ada yang sudah menggendong anak, seperti Dina.
“Gilang!! Makin pangling aja nih yang dari Jepang”
“Hai Dina! Kau sudah punya anak ternyata hahaha. Lucunya anak ini. Siapa namamu adik kecil?” kusapa Dina sambil mencubit pipi anaknya.
“Hihihi, iya nih namanya Caca. Main atuh kesini masuk ngopi ngopi dulu, Lang” Ia menyapaku dengan logat sundanya yang masih terasa
“Ah, iya nanti aku kesana. Aku belum ketemu Ibu sama Ayah nih. Duluan ya”
“Ditunggu ya”
Aku berlanjut meneruskan perjalanku setelah bertemu dengan teman lamaku. Dan sampailah aku di depan rumah bercat putih, dengan gebang hitam. Dan masih sama seperti dulu. Aku senang, tempat aku dilahirkan, dibesarkan tetap seperti dulu, seperti yang selalu aku dambakan dan rindukan ketika aku di Jepang. Aku memasuki gerbang rumah, dan melihat Bi Cacih yang sekarang rambutnya sudah mulai memutih sedang menyiram bunga dihalaman rumah.
“Assalamualaikum..” Salamku mengagetkan bibi yang sedang bernyanyi dangdut sambil menyiram tanaman.
BalasHapus“Waalaikumsalam.. Eh A Gilang! Gusti bibi teh meni kangen, lama pisan atuh disana teh ngapain aja? Makin ganteng aja A Gilang teh. Masuk a, Ibu kayaknya udah nunggu tuh” Aku senang melihat raut wajah bibi yang begitu antusias dan girang ketika menyambutku pulang.
“Iya bi, oh iya ini ada sedikit oleh oleh buat bibi sama Mang Dadang.”
“Alhamdulillah.. ini mah bukan sedikit atuh, ini mah banyak hihihi ^^”
“Hehehe, aku masuk dulu ya bi” Kutinggalkan bibi, yang sekarang sedang melihat isi dari paperbag berisi oleh-oleh dari Jepang. Lalu kemudian aku masuk, untuk menemui keluargaku. Terlihat dari jendela, Ibu sedang membersihkan pajangan di lemari bersama Lisa.
“Ohayou Gozaimasu!!”
“Kak Gilang bu!!!” Lisa langsung tau kalau itu aku, karena yang bisa berbahasa Jepang hanya aku dan dia, jadi tak perlu heran siapa lagi yang mengucapkan salam pagi dengan Bahasa Jepang.
“Kak! Lisa kangen lama banget sih di Jepang, ga mau pulang apa” Lisa, memelukku erat, dan aku sungguh merasa terharu.
“Kakak disana kan belajar de, sibuk. Susah curi waktu buat pulang. Ibu mana?”
Tangannya menunjuk ke arah ibu yang ada di sudut ruangan.
“Anak ibu yang paling ganteng nih, kamu makin tinggi disana ya. Gimana sehat?”
Sungguh, ini yang sangat aku rindukan. Senyum tulus dari ibuku, yang dulu waktu aku SMA selalu diberikan sebelum aku berangkat sekolah, dan sekarang kurasakan kembali.
“Aku baik-baik aja bu. Ibu gimana? Sehat? Tensi darah ibu gimana?”
“Tenang saja nak, sekarang tensi ibu stabil kok. Tanya aja Lisa. Kamu belum sarapan kan? Ayo makan, ibu sama Lisa juga belum makan. Nunggu kamu sampai ke rumah”
BalasHapus“Ayah kemana bu?”
“Sekarang ayah naik jabatan di kantornya, jadi selalu sibuk. Hari minggu gini aja, masih kerja. Katanya sih ada proyek apaaa gitu. Nanti sore juga pulang kok”
Sayur asem buatan ibu, selalu buat nafsu makanku bertambah. Kalau di jepang keseringan makan ikan yang mentah, pastinya aku merindukan makanan rumah. Sambel dan kerupuk apalagi.
Setelah selesai makan, ada satu orang lagi yang masih perlu aku temui selain ayah. Chika..... Mantan kekasihku, yang selama ini belum aku temui semenjak ke Jepang. Siang ini aku berencana menemuinya. Aku sengaja memutuskan hubunganku bersama dia, karena aku tidak mau menyakitinya untuk menungguku terlalu lama. Aku tidak tau keadaannya seperti apa sekarang. Yang jelas aku sangat merindukannya sangat..
Aku pergi ke rumahnya…
Sesampainya disana, kuucapkan salam. Tak ada jawaban, tak ada suara disitu. Hanya keheningan. Kutanya tetangganya, tidak ada yang tau, orangtuanya berada di Jakarta, ia sendirian di Bandung. Kutelepon, masih tidak aktif juga. Maka, kuputuskan untuk pergi mencari ke kampusnya, tidak ada juga ternyata. Ya tuhan……
Aku mengelilingi Kota Bandung hanya untuk mencari seorang Chika yang selama 3 tahun ini belum kutemui. Aku merindukan sosok yang selalu membuat aku bahagia dulu, aku hanya ingin tau apa kabarnya. Dan apakah ia sudah menemukan yang baru?
Tak terasa hari sudah mulai siang. Aku memutuskan untuk membeli roti di persimpangan jalan, toko roti itu sejak aku kecil masih ada ternyata hingga sekarang. Aku menyukai roti dengan lelehan cokelat diatasnya. Aku memutuskan untuk memakannya disana, tapi tidak ada tempat. Roti dan cappuccino sudah ada ditangan tapi aku ingin duduk, menikmati suasana Bandung di siang hari yang sudah lama tak aku rasakan.
Di sudut kanan, ada seorang wanita berjilbab merah, ia duduk sendirian sambil mendengarkan music sepertinya. Kucoba untuk mendatanginya, siapa tau aku boleh ikut duduk disana.
BalasHapus“Boleh ikut duduk? Kursi disini penuh nih. Hehehe” Kutanya ia, walau agak canggung. Ia melihatku, dan lumayan lama menatapku. Lalu kutanya
“Huh? Something Wrong?”
Ia hanya menggelengkan kepala dan tersenyum. Ya Tuhan…. Cantiknya, ketika aku melihat senyumnya, entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang membuatku senang yang sudah lama tak aku rasakan.
“Boleh duduk kan? Hehehe :D”
Ia hanya mengangguk, lalu melanjutkan membaca buku. Ternyata ia memesan secangkir teh hijau. Kuamati dia, tak ada sedikitpun suara yang terdengar dari mulutnya. Aneh sekali…. Tapi kemudian ia memberikan aku roti dengan cokelat leleh yang didalamnya ada pasta strawberry. Lagi lagi tanpa bicara, ia memberikannya begitu saja. Lalu ku ucapkan terimakasih dan bertanya.
“Kenapa kau tidak bersuara?”
Lalu dia hanya tersenyum, dan dia merobek secarik kertas dan menuliskan.
“Aku bisu ”
Aku tertegun, speechless.
“Maaf, aku tidak tau sebelumnya maaf sekali.”
Ia membalas lagi dengan senyum yang tenang, dan itu cukup mebuatku lega.
Handphone ku berbunyi, Ibu memintaku untuk pulang. Karena ayah sudah datang. Aku berpamitan pada perempuan itu.
“Aku pulang dulu, sampai ketemu besok”
Ia membalas dengan senyum itu lagi, dan aku buru-buru pulang….
Keesokan harinya jam 16.00
BalasHapusAku sengaja datang lagi ke toko roti itu, ternyata ia ada lagi. Hatiku senang dan ketika aku memesan roti, aku senyum senyum sendiri. Wkwkwk..
Duduklah aku disana. Kali ini aku membawa dua buah note berbentuk bintang, untuknya berwarna pink, dan untukku berwarna cokelat.
“Boleh aku duduk bersamamu lagi?” Tanyaku dengan senang hati sembari membawa dua buah roti. Yang rasa cokelat untukku dan cokelat berasa strawberry untuknya.
Seperti biasa, ia memakai headset, mendengarkan musik disana dan membalas dengan senyuman yang kalem dan menenangkan. Pertanda boleh. :D
Aku duduk disana, dan memberikannya roti itu bersama dengan note nya.
Lalu aku dan ia saling berbalas bicara dengan note itu.
“Terimakasih roti dan note kecil ini, lucu sekali. Aku suka ”
“Sama-sama, aku tak menyangka kita bertemu lagi disini.”
“Mungkin takdir”
“Kalau boleh kutau siapa namamu?”
“Nanti kau akan tau sendiri. Tenang saja”
“Huh? Kau sungguh misterius”
“Hmmmm… Begitulah . Ngomong-ngomong mengapa kau tau kesukaanku adalah roti dengan cokelat berasa strawberry ini?”
“Ummm, entahlah aku memilih varian ini untukmu. Kau juga, mengapa kemarin kau memberiku roti cokelat? Itu kan varian favoritku. Kenapa kau tau?”
“Aku tau kesukaanmu ”
“Sebentar… apakah kita pernah saling mengenal sebelumnya?”
“Kau tidak ingat tempat ini?”
“Maksudmu? Aku tidak mengerti.. Apa kau….”
“Dengarkan ini ”
Ia memberikan headset yang sedang ia pakai, dan memakaikannya ke telingaku. Dan, yang ia dengar adalah suaraku sedang bermain gitar sambil menyanyikan lagu untuknya. Aku ingat!! Lagu itu aku mainkan, ketika aku bersamanya, disini. Ya! Disini, di toko roti ini aku menyanyikan lagu itu untuknya dan meminta ia untuk jadi kekasihku.
Ia menangis…..
Speechless. Aku kaget, dan aku tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya. Aku peluk ia erat. Aku sungguh tak mau kehilangan dia.
“Chika…..” Aku berbisik padanya. Kemudian ia melepaskannya, dan menulis lagi di note itu.
“Aku tidak mau kalau kau tau aku bisu. Setahun yang lalu, aku kecelakaan. Hal itu membuatku kehilangan suaraku. Aku bisu, Lang… Tinggalkan saja aku.”
Aku langsung berbicara padanya
“Bisu, bukan menjadi suatu alasan untuk aku meninggalkanmu. Aku sungguh merindukanmu. Biarkan aku mengisi harimu dengan suaraku. Kau tetap yang dulu yang ada dihatiku. Kau tetaplah strawberry ini, manis dan kalem. Kau harus tetap bersamaku. AKu kembali dari Jepang untuk menemuimu, dan melanjutkan studiku disini. Aku mohon jangan pergi…”
Ia membalas dengan senyuman itu lagi